Pertanyaan untuk Calon Istri

Jumat, 10 September 2010

Anda tertarik pada semua karakternya. anda ingin berkenalan lebih dalam. Tujuannya untuk menjajaki apakah hubungan suami isteri yg suci dan dahsyat itu bisa dibangun bersama anda. Anda berdua sudah saling bertukar , kawan-kawan dan kerabat sudah saling bertukar

informasi kepada anda dan dia. Anda ingin bertemu dan mengajukan beberapa pertanyaan.

Berwudhu’-lah dulu, laksanakan shalat sunnat dua rakaat, mintalah Allah merengkuh anda dan mengendalikan lisan serta gerak-gerik anda.

Ucapkanlah ta’awudz, dan bismillah dg jelas di hadapannya, lalu ajukan pertanyaan2 dibawah ini sambil menggantungkan diri anda hanya kepada Allah yg telah menciptakan anda dan dia.

1. Bagaimana kali mengenal Allah? Tolong ceritakan sedetil mungkin.
2. Siapakah laki2 yg paling anda cintai? (jawabannya haruslah )
3. Bagaimana mempelajari dan bagaimana mengajarkan al-quran kepada orang lain.
4. Seorang suami bertanggung jawab atas keselamatan istrinya dunia-akherat. Pada saat yg sama, dia harus menempatkan ibunya sebagai dalam hidupnya, yg merupakan kuncinya mendapatkan syurga. supaya keduanya bisa terjaga dengan baik.
5. Tolong sebutkan 5 hal terpenting yg anda harapkan dari . Apapun jawabannya akan menggambarkan akidahnya, akhlaqnya, wawasannya, dan cita2 hidupnya.
6. Apa saja kelemahan yg menurut anda tdk bisa dari seorang calon suami.
7. Apa yang tentang taat kepada suami karena Allah Subhanahu wa ta’ala? Bagaimana anda akan melaksanakannya?
8. Kalau suami anda menyakiti anda dengan kata-katanya, apa yg akan ?
9. Kalau suami anda memukul anda dengan tangannya, akan ?
10. anda tertarik pada wanita lain, akan ?
11. Tolong ceritakan bagaimana hubungan anda dengan Allah saat ini
12. Dalam seminggu terakhir, Berapa gagal bangun shalat malam/ tahajjud?13. Dalam seminggu terakhir, Berapa hari yg anda lewatkan tanpa bershodaqoh atau berinfaq untuk orang miskin dan sabilillah?
14. Tolong sebutkan 5 langkah pertama dan yang akan secara istiqomah untuk membangun rumah tangga yang taat kpada Allah dan Rasul-Nya? Kenapa anda memilih ke-5 langkah tersebut ? Bagaimana melaksanakannya?
15. , ada 3 hal yg insyaAllah akan selalu saya perbaiki dalam diri saya secara bersungguh2 sampai saya mati yaitu ibadah, ilmu dan ‘amal shalih saya. Apa saran anda untuk saya?
16. Tentang Ayah dan Ibu anda, ceritakan sebanyak mungkin hal penting yg menurut anda perlu saya ketahui tentang beliau?
17. Sejak , pernahkah anda membuat beliau berdua sangat marah? Apa sebabnya? Apa yg setelah itu?
18. Dalam seminggu terakhir, berapa mencium tangan dan memeluknya dengan mesra? Kalau anda tinggal kota dengan beliau, berapa menelponnya dalam seminggu terakhir? Apa kata2 sering anda sampaikan ke beliau sebelum anda menutup telepon?
19. Jika Ayah anda melakukan kesalahan, apa yg utk mengingatkannya?
20. Menurut anda, adakah hal tertentu dari Ayah anda- apakah itu perkataan maupun perbuatan- yang sangat mempengaruhi menghadapi lelaki, terutama kelak suami anda? Apakah itu?
21. Jika kelak terjadi pertengkaran atau ketegangan antara Ayah anda anda, apa yg akan ?
22. Apa saja yg menurut anda bisa menghancurkan sebuah hubungan suami isteri? Apa rencana anda untuk menghindarinya?
23. Apa saja menurut anda bisa menggagalkan sebuah rumah tangga dalam menghasilkan anak2 yg shalih? Apa rencana anda utk menghindarinya?
24. Ttg mencari nafkah, kalau pendapatan ekonomi RT anda kurang memadai, Apa yg akan ?
25. Bagaimana mati yg anda inginkan? Apa rencana2 anda utk itu?

Mudah-mudahan Allah ta’ala membuka segala sesuatu mendasar, untuk anda ketahui tentang dia, lewat pertanyaan-pertanyaan diatas. Tetapi ada satu hal kecil yang perlu sebelum anda bertemu dia. Pergilah kedepan cermin, pandangilah bayangan

, lalu tanyakan satu persatu pertanyaan diatas tadi kepada diri anda sendiri, dan jawablah dengan jujur.



Cara Memperlakukan Istri

“Hai orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan cara paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa: 19)

Menikah adalah fitrah manusia. Rasulullah saw. menyebut menikah sebagai sunahnya. Bahkan, Nabi berkata, siapa yang membenci sunahnya, tidak termasuk dalam golongannya.

Setiap kita, pasangan muslim dan muslimah yang melakukan pernikahan, paham betul bahwa tujuan menikah yang utama adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Setelah itu untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawahdah wa rahmah dan meneruskan keturunan dengan memperoleh anak-anak yang saleh dan salehah. Kita juga menyadari bahwa lembaga keluarga yang kita bentuk adalah wadah untuk melaku proses perubahan, baik untuk diri kita sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Sepasang suami-istri yang dipersatukan oleh ikatan pernikahan juga sadar bahwa keluarga adalah organisasi kecil yang memiliki aturan dalam pengelolaannya. Karena itu, sepasang suami-istri harus bisa memahami hak dan kewajiban dirinya atas pasangannya dan anggota keluarga lainnya.

Sepasang suami-istri dalam berinteraksi di rumah tangga sepatutnya melandasi hubungan mereka dengan semangat mencari keseimbangan, menegakkan keadilan, menebar kasih sayang, dan mendahulukan menunaikan kewajiban daripada menuntut hak.

Kewajiban seorang istri terhadap suaminya adalah pertama, mentaati suami. Namun, dalam mentaati suami juga ada batasannya. Batasan itu adalah seperti yang disabdakan Rasulullah saw., “Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk bermaksiat kepada Allah, Sang Pencipta.”

Kewajiban seorang istri terhadap suami yang kedua adalah menjaga kehormatan dirinya, suami, dan harta keluarga. Ketiga, mengatur rumah tangga. Keempat, mendidik anak-anak. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita adalah pengasuh dan pendidik di rumah suami, dan bertanggung jawab atas asuhannya.” Keluarga adalah prioritas seorang istri, meski tidak ada larangan baginya untuk melakukan peran sosialnya di masyarakat seperti berdakwah, misalnya.

Dan kewajiban lain seorang istri kepada suaminya adalah berbuat baik kepada keluarga suami.

Sedangkan kewajiban seorang suami kepada istrinya adalah pertama, membayar mahar dengan sempurna. Kedua, memberi nafkah. Rasulullah saw. bersabda, “Takutlah kepada Allah dalam memperlakukan wanita, karena kamu mengambil mereka dengan amanat Allah dan kamu halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah; dan kewajiban kamu adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik.”

Ketiga, suami wajib memberi perlindungan kepada istrinya. Keempat, melindungi istri dari siksa api neraka. Ini perintah Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, selamatkan dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Kewajiban keempat, mempergauli istri dengan baik. Allah berfirman, “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nisa: 19)
Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya; dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (Tirmidzi)

Muasyarah bil ma’ruf

Di ayat 19 surat An-Nisa di atas, Allah swt. menggunakan redaksi “muasyarah bil ma’ruf”. Makna kata “muasyarah” adalah bercampur dan bersahabat. Karena mendapat tambahan frase “bil ma’ruf”, maknanya semakin dalam. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menulis makna “muasyarah bil ma’ruf” dengan “perbaikilah ucapan, perbuatan, penampilan sesuai dengan kemampuanmu sebagaimana kamu menginginkan dari mereka (pasanganmu), maka lakukanlah untuk mereka.”

Sedangkan Imam Qurthubi dalam tafsirnya menerangkan makna “muasyarah bil ma’ruf” dengan kalimat, “Pergaulilah istri kalian sebagaimana perintah Allah dengan cara yang baik, yaitu dengan memenuhi hak-haknya berupa mahar dan nafkah, tidak bermuka masam tanpa sebab, baik dalam ucapan (tidak kasar) maupun tidak cenderung dengan istri-istri yang lain.”

Adapun Tafsir Al-Manar menerangkan makna ”muasyarah bil ma’ruf” dengan kalimat, “Wajib atas orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka, menggauli dengan cara yang baik, memberi mahar dan tidak menyakiti baik ucapan maupun perbuatan, dan tidak bermuka masam dalam setiap perjumpaan, karena semua itu bertentangan dalam pergaulan yang baik dalam keluarga.”

Di antara bentuk perlakuan yang baik adalah melapangkan nafkah, meminta pendapat dalam urusan rumah tangga, menutup aib istri, menjaga penampilan, dan membantu tugas-tugas istri di rumah.

Salah satu hikmah Allah swt. mewajibkan seorang suami ber-muasyarah bil ma’ruf kepada istrinya adalah agar pasangan suami-istri itu mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Karena itu, para ulama menetapkan hukum melakukan “muasyarah bil ma’ruf” sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh para suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga.

Karena itu, para suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu mendalami tabiat perempuan secara umum dan tabiat istrinya secara khusus. Jika menemukan ada sesuatu yang dibenci dalam diri istri, demi kebaikan keluarga temukan lebih banyak kebaikan-kebaikannya. Suami juga harus tahu apa perannya dalam rumah tangga. Dan, jangan pernah mencelakan istri dengan kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.,” Apa hak istri terhadap suaminya?” Rasulullah saw. menjawab, “Memberi makan apa yang kamu makan , memberi pakaian apa yang kamu pakai, tidak menampar mukanya, tidak membencinya serta tidak boleh memboikotnya.”

Bagaimana jika timbul perselisihan? Cekcok antara suami-istri adalah hal yang manusiawi. Jika Rasulullah saw. memberi toleransi waktu tiga hari bagi dua orang muslim saling mendiamkan satu sama lain, alangkah baiknya jika suami-istri saling mendiamkan di pagi hari, di malam harinya sudah bisa saling senyum lagi. Kenapa?

Sebab, pasangan suami-istri muslim dan muslimah paham betul bahwa perselisihan mereka adalah gangguan Iblis. Rasulullah saw. pernah menerangkan kepada para sahabat, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirim pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya, dialah yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang dari mereka seraya berkata: aku telah melakukan ini dan itu, Iblis menjawab, kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian datang lagi yang lain melapor, aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan membiarkan dia, hingga aku menceraikan antara dia dan istrinya, lalu Iblis mendekat seraya berkata, “Sangat bagus kerjamu” (Muslim)

Begitulah, Iblis menjadikan menceraikan pasangan suami-istri sebagai prestasi tertinggi tentaranya. Karena itu, Islam mencegah perbuatan yang bisa menyebabkan perselisihan suami-istri. Karena itu, jika cekcok dengan pasangan hidup Anda, segera selesaikan masalahnya. Upayakan selesaikan masalah rumah tangga sendiri. Jangan menghadirkan pihak ketiga. Jika belum selesai juga, hadirkan seseorang yang bisa menjadi hakim yang bisa diterima kedua belah pihak.

Seiring dengan panjangnya perjalanan waktu dan lika-liku kehidupan, kadang ikatan pernikahan mengkendur. Karena itu, perkuat lagi ikatan itu dengan mengingat-ingat kembali tujuan pernikahan. Bangun komunikasi yang positif. Komunikasi adalah kunci keharmonisan. Karena itu, pahami betul cara berkomunikasi pasangan Anda. Dan, hidupkan syuro dalam keluarga. Bahkan untuk urusan kecil sekalipun perlu dibicarakan bersama. Insya Allah, Allah swt. akan memberi kebaikan yang banyak dalam keluarga Anda. Amin. (ustad Bogi) Dakwatuna.

Suami Istri Merangsang Secara Oral menurut Islam

Suami Istri Merangsang Secara Oral menurut Islam


sex

Pendapat Sheikh Ahmad Kutty:

Tidak ada didalam Islam yang dikategorikan dilarang hukumnya bagi pasangan yang sudah menikah melakukan oral pada pasangannya guna memberikan kenikmatan atau kepuasan, jika itu berdasarkan keinginan bersama. Namun yang masih diperdebatkan adalah jika ketika mengoral keluar cairan semen atau cairan kewanitaan karena menurut Imam Abu Hanifah cairan semen atau cairan kewanitaan termasuk najis.

Perlu dicatat pendapat diatas bukanlah pendapat semua ulama fikih, sebagai contoh Imam Syafii. Aturan pasangan suami istri untuk saling memuaskan dan membahagiakan pasangannya dengan melakukan rangsangan secara oral terdapat dalam salah satu kitab fikih standar mazhab Syafii yang berjudul Fathul Muin dimana merangsang secara oral klitoris pasangan itu diperbolehkan agar bisa memuaskan pasangan. Jika dilihat lebih jauh tidak ada alasan untuk melarang suami merangsang secara oral istrinya.

Pendapat para ulama lainnya:

Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa diperbolehkan bagi seorang suami merangsang istrinya secara oral pada daerah intim istrinya atau juga sebaliknya seorang istri melakukan hal yang sama pada daerah intim suaminya dan tidak ada yang salah dengan hal itu. Tetapi jika ketika sedang mengoral dan lalu keluar cairan 'semen' maka hukumnya adalah makruh jika sampai tertelan. Namun perlu diingat tidak ada hujjah atau bukti kuat untuk mengharamkan hal tersebut.

Allah SWT berfirman didalam Al-Qur'an: "Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (Al-Baqarah:223).

Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Islam

Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.

Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

Adab Isteri Kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
- Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
- Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Isteri Sholehah
- Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)
- Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)
- Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
- Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.

M. Luthfi Thomafi dalam milis mencintai-islam.

40 keistimewaan wanita menurut Islam, menunjukkan betapa Islam begitu menghormati dan menghargai para wanita yang sholehah.

Kerugian Hidup Membujang

Madlaratnya hidup membujang juga dikarenakan kehidupan nya cenderung kearah perzinaan. Baik zina yang ringan maupun zina yang bera. Kesepian yang memalu jiwanya dan bayangan ketakutan akan beratnya hidup berumahtang ga bisa membuatnya lebih memilih jalan pintas. Yakni bisa menikmati sex, tanqa adanya tanggung jawab. Maksudnya melacur. Na'udzubillah! Apalagi jika ketidak percayaan dirinya untuk menjalani pernikahan tidak di imbangi dengan berpuasa. Maka jangan heran jika hidupnya berubah liar dan brutal.

Para shahabat dizaman Rasulullah saw. Jika tidak menginginkan sebuah perkawinan karena suatu hal, maka mereka lebih baik dikebiri (dipotong alat vitalnya), karena takut nya mereka terperosok kelembah kemaksiatan dan perzinaan.
Ibnu Abbas berkata, bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dan menyatakan dirinya akan tetap hidup membujang. Maka bertanyalah ia kepada beliau: "Ya Rasulullah, bolehkah saya berkebiri?". Jawab Rasulullah saw: "Tidak termasuk umatku,orang yang mengebiri dan dikebiri! "(HR. Thabrany)

Lain masalahnya apabila tidak menikahnya itu karena bukan membujang, tetapi ingin melakukan ibadah yang di anggapnya lebih penting dan utama daripada mendahulukan menikah. Namun bagi orang yang sudah ingin menikah dan takut akan berbuat zina kalau tidak segera menikah, maka dia wajib mendahulukan pernikahan itu daripada menunaikan ibadah haji sekalipun. Tetapi kalau dia tidak takut akan melakukan zina, maka ia wajib mendahulukan ibadah hajinya. Juga dalam wajib kifayah yang lain seperti menuntut ilmu dan jihad. Wajib ditunaikan lebih dahulu daripada kawin, sekiranya tidak ada kekhawatiran akan terjerumus dalam perzinaan.

Ringkasnya, bahwa menurut prinsip Syari't Islam berdasarkan hadits-hadits dimuka dapat disimpulkan, dimana Rasulullah saw menganjurkan kepada umat islam untuk selalu memupuk harga dirinya melalui sebuah mahligai perkawinan. Apakah orang-orang yang tiak menikah berarti tidak mempunyai harga diri?

Tentu bukannya demikib. Tetapi orang akan lebih wibawa, terhormat dan diharai jika dirinya mempunyai keluarga, bahagia dengan keluarganya serta ditunjang dengan akhlak yang baik. Maka harga diri laki-laki dan perempuan akan lebih terjaga. Wallahu A'lam.

Keutamaan Menikah

Keutamaan Menikah

Menikah Adalah Sunnah Para Nabi dan Rasul

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra’d : 38).

Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat, aku tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, An Nasa`i dan Al Baihaqi dari sahabat Anas bin Malik)

“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)

Menikah Adalah Bagian Dari “Tanda” Kekuasaan Allah SWT

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)

Menikah Adalah Salahsatu Jalan untuk Menjadikan Seseorang Menjadi Cukup Kebutuhannya

Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS. An-Nur : 32)

Menikah Adalah Ibadah dan Setengah dari Agama

Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).

”Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang shalehah, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah separuh lainnya.” (HR. Baihaqi)

Seseorang yang menikah berarti telah menyempurnakan setengah agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk meraih setengah lainnya” (HR. Imam Ahmad)

Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam

Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. (QS. Al-Maidah: 87)

Ada satu golongan sahabat yang datang ke tempat Nabi untuk menanyakan kepada isteri-isterinya tentang ibadahnya. Setelah mereka diberitahu, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit. Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain: di mana kita dilihat dari pribadi Rasulullah s.a.w. sedang dia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang? Salah seorang di antara mereka berkata: Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka. Yang kedua mengatakan: Saya akan bangun malam dan tidak tidur. Yang ketiga berkata: Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya. Maka setelah berita itu sampai kepada Nabi s.a.w. ia menjelaskan tentang kekeliruan dan tidak lurusnya jalan mereka, dan ia bersabda: ‘Saya adalah orang yang kenal Allah dan yang paling takut kepadaNya, namun tokh saya bangun malam, juga tidak, saya berpuasa, juga berbuka, dan saya juga kawin dengan perempuan. Oleh karena itu barangsiapa tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dari golonganku. (HR Bukhari)

Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib. (HR. Al-Baihaqi 7/78)

Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yaasin : 36)

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.(QS. Az-Zukhruf : 12)

Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.(QS. An-Najm : 45)

Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)

Menikah adalah Benteng Akhlak yang Mulia

“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi)

“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menahan pandangannya”

(An-Nur: 30-31).

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”

(Al-Ahzab: 59).

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan”

(Al Hadits)

Menikah Melatih Kesabaran

“Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub a.s atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiyah, istri fir’aun” (HR. Nasa`i dan Ibnu Majah )


Menikah ialah Menanam Benih Perhiasan Terindah

Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah perhiasan yang akan hilang, dan istri shalehah merupakan sebaik-baik perhiasan di dunia ini” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah)

“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang shalehah” (HR. Muslim)

“Maukah kuberi tahu pada kalian harta simpanan terbaik bagi seseorang? Itulah seorang istri shalehah yang menyenangkan bila dipandang (suaminya), yang patuh jika disuruh, dan pandai menjaga diri sewaktu suaminya pergi” (HR. Abu Daud, Hakim, dan Baihaqi)

“Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah taqwa kepada Allah,maka tidak ada sesuatu paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah, yaitu; taat bila diperintah, menyenangkan bila dilihat, merima bila diberi janji, dan menjaga kehormatan dirinya dan suaminya, ketika suaminya pergi. “ (HR. Ibnu Majah)

Menikah adalah Sumber Pertolongan dan Kasih Sayang Allah SWT

Ada tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang menikah dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri; (2) seorang hamba mukatab yang berniat akan menunaikan; dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah” (Riwayat Ahmad, Nasa’i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)

Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami merengkuh jemari isterinya dengan mesra maka berguguranlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya”
(Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’dari Abu Sa’id Alkhudzri r.a)


Nikah

I. NIKAH

Salah satu problematika sosial umat Islam dewasa ini, adalah kekurang pahaman sebagian pemuda-pemudi Islam mengenai masalah etika dan adab pergaulan, terlebih lagi mengenai hubungan antarjenis. Akibatnya, banyak dari mereka yang terjerumus dalam berbagai kasus kerusakan akhlak dan moral.

Barangkali, kurangnya pemahaman mengenai Islam dan lemahnya keterikatan terhadap agama menjadi sebab utama, padahal Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang selalu sesuai dengan tabiat dan dorongan batin manusia. Islam mengatur agar dorongan-dorongan batin manusia dipenuhi dan ditempatkan pada garis syariatnya. Misalnya, keinginan untuk mengadakan kontak antara laki-laki dan perempuan diatur dalam syariat perkawinan. Demikian pentingnya masalah ini sehingga diatur dalam sebuah aturan hukum yang disebut dengan fiqhun nikah atau fiqhul munakahat. Islam menegaskan, bahwa hanya perkawinanlah satu-satunya cara yang sah untuk membentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dilakukan dalam upaya membangun suatu masyarakat yang bersih dan berperadaban. Allah SWT berfirman dalam Kitab-Nya,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (an-Nuur: 30-31)


II. PENGERTIAN NIKAH

Secara etimologi, nikah berarti adl-dlammu wa al-jam’u (mengumpulkan), al-wath-u (bersetubuh), dan al-aqdu (akad).

Adapun secara terminologi, nikah adalah dilaksanakannya sebuah akad yang dengannya diperbolehkan seorang laki-laki bersenang-senang dengan perempuan, baik untuk melakukan hubungan seksual, bersentuhan, bercumbu rayu, maupun yang lainnya. Dalam terminologi lain, nikah adalah akad yang disyariatkan untuk memberikan kepemilikan istimta’ (bersenang-senang) laki-laki atas wanita. (Lihat Fathul Qadiir 2/339, ad-Daar al-Mukhtaar 2/355-357, asy-Syarh ash-Shaghiir 2/332, dan Mughni al-Muhtaaj 3/123)


III. KEUTAMAAN NIKAH

Ada beberapa keutamaan menikah, diantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, pernikahan menjadikan seseorang memiliki jiwa yang lebih santun, tenang, dan damai, sehingga gejolak-gejolak liar akan pergi darinya.

Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

(ar-Ruum: 21)

Oleh karena itu, apabila seseorang ingin hidup dalam kondisi mental yang sehat, rumah tangga yang sakinah merupakan kunci utamanya. Rumah tangga sakinah adalah rumah tangga yang dibentuk atas dasar tali pernikahan yang sah. Sebaliknya, bila hubungan itu didasari oleh pacaran bebas, pergundikan atau kumpul kebo, maka pasti tidak akan bisa menyatukan laki-laki dan perempuan dalam suasana yang rukun, saling mempercayai, dan bersatu untuk selamanya.

Kedua, pernikahan adalah wadah seseorang menyalurkan saluran rasa cintanya dan menumbuh kembangkannya.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali ‘Imran: 14)

Lewat ayat ini, Allah memberitahu bahwa Ia menciptakan manusia dengan naluri kecintaan atau kesukaan kepada perempuan, anak cucu, dan harta kekayaan. Naluri ini diberikan oleh Allah agar anusia dapat merasakan kesenangan dan kenikmatan hidup di dunia.

Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimanakah cara seseorang menyalurkan dan memelihara naluri kecintaannya kepada perempuan atau lelaki agar rasa itu dapat membawa kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan hidupnya? Untuk dapat menyalurkan naluri tersebut Allah memberi petunjuk dengan menetapkan satu-satunya jalan halal, yaitu pernikahan. Melalui pernikahan, seorang laki-laki dan perempuan akan bersatu dalam ikatan yang sah, sehingga naluri kecintaan mereka pun tersalurkan dengan baik. Ibnu Abbas ra. Berujar, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw, lalu berkata, ‘Kami mempunyai seorang anak perempuan yatim. Dia telah dipinang oleh dua orang lelaki, yang seorang miskin dan yang lainnya kaya. Akan tetapi dia senang kepada yang miskin, sedangkan kami menyukai yang kaya’, Nabi saw bersabda, ‘Tidak pernah diketahui dua orang yang bercinta, setulus cinta dalam pernikahan.’” (HR. Ibnu Majah, Hakim, dan Baihaqi)

Ketiga, pernikahan memberikan kepastian nasab dan memelihara kelestariannya.

Salah satu dari lima maqashidusy syariah (tujuan diturunkannya Islam) adalah memelihara nasab secara hak dan benar. Untuk mencapai hal inilah, maka lembaga pernikahan menjadi sangat penting, sebab melalui pernikahan diharapkan lahir keturunan yang mempunyai nasab secara sah. Dengan demikian, estafet generasi manusia terpelihara kejelasannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala.

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (an-Nisaa’: 1)

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina….” (an-Nisaa’ : 22-24)

Oleh sebab itu, kejelasan nasab dan pemeliharaan kesuciannya tidak mungkin ada bila hubungan itu bersifat bebas yang didasari hawa nafsu semata, seperti zina. Rasulullah saw bersabda, “Nasab anak mengikuti laki-laki yang menjadi suami ibunya, sedangkan orang yang berzina hukumannya adalah rajam.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Baihaqi)

Kepastian nasab sangat penting dalam hukum Islam, karena Islam tidak mengakui berbagai macam bentuk nasab orang tua kepada anak yang lahir di luar pernikahan. Anak angkat, anak pungut, anak hasil zina, dan anak tiri merupakan contoh nasab anak yang tidak diakui oleh Islam. Anak tiri maupun anak pungut—walaupun masyarakat mengakuinya—tidak mempunyai hubungan apapun dengan orang tua angkatnya, sebab ia tidak mempunyai hak waris dari bapak tirinya, dan juga sebaliknya. Jadi, hanya melalui pernikahan yang sah menurut Islamlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan akan memperoleh nasab yang jelas, yaitu nasab yang disandarkan kepada laki-laki yang menjadi suami ibunya—dimana anak itu lahir dari hubungan badan setelah akad nikah.

Keempat, pernikahan memelihara martabat seorang perempuan.

“…(Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan) diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (al-Maidah: 5)

Wanita yang menjaga kehormatannya, dan kemudian dijadikan isteri oleh seorang laki-laki secara sah, disebut Al-Qur`an dengan istilah muhshonah, sebagaimana ayat tersebut di atas. Kata muhshan berasal dari hisnun yang berarti benteng, sedangkan kata hisnun ini yang berasal dari kata kerja hashana, yang bermakna melindungi dengan kukuh, seperti melindungi seseorang dalam benteng.

Penggunaan kata muhshon untuk laki-laki dan muhshonah untuk perempuan mencerminkan kedudukan yang dalam pernikahan bagi laki-laki dan perempuan. Dengan pernikahan, perempuan ditempatkan dalam posisi yang jauh dari berbagai tuduhan yang melecehkan martabatnya, seperti pelacur atau gundik.

Adapun Al-Qur`an menyebut gundik dengan istilah akhdan—yang berasal dari kata khidnun yang artinya pipi. Kata ini merupakan kiasan bahwa perempuan yang dijadikan gundik, fungsinya tidak lebih sebagai alas tidur bagi laki-laki yang memeliharanya. Perempuan semacam ini tidak mempunyai perlindungan bagi dirinya, sehingga martabatnya sebagai manusia tidak dihormati dan dihargai. Demikian pula perempuan yang berhubungan dengan laki-laki melalui perzinahan.

Pernikahan dikatakan sebagai ihshan (benteng perlindungan), karena dengan pernikahan seorang perempuan akan mendapatkan hak-haknya dengan jelas. Ia juga akan memikul kewajibannya dengan jelas. Apabila seorang perempuan mendapatkan perlindungan hak yang jelas, dan sekaligus memikul kewajiban yang benar dalam kehidupan sehari-hari, maka ia akan memiliki martabat terhormat, yang tidak dapat dipermainkan oleh orang lain.

Pernikahan akan menjamin hak-hak perempuan dilindungi kaum lelaki yang menjadi suaminya. Di sisi lain, ia akan melaksanakan kewajibannya terhadap suaminya. Oleh karena itu, seorang perempuan yang dinikahi secara sah, akan mendapatkan perlindungan laksana seseorang yang berada di dalam benteng yang kokoh.

Perempuan yang terikat dalam pernikahan yang sah sebagai seorang istri, tidak dapat diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Hal ini dikarenakan ia memiliki jaminan hukum yang jelas dan perlindungan sosial yang tegas. Dari sisi hukum, ia mempunyai hak-hak tertentu terhadap suaminya. Dari sisi sosial, ia akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat apabila suaminya bertindak semaunya terhadapnya. Inilah keutamaan pernikahan bagi wanita.

Jika perempuan berhubungan dengan lelaki hanya sebagai pasangan berzina atau gundik, maka ia ibarat sampah yang sama sekali tidak berharga. Perempuan yang hanya menjdi pasangan berzina atau alas tidur seorang lelaki—selain haknya tidak akan dipenuhi lelaki yang menjadi pasangannya, ia juga telah kehilangan harga dirinya. Ia akan dianggap rendah oleh masyarakat dan oleh lelaki yang berzina dengannya. Ia tidak akan pernah mendapat jaminan hukum yang tegas dari pasangannya, sehingga sewaktu-waktu ia dapat ditinggalkan begitu saja tanpa rasa belas kasih.

Dengan demikian, sesungguhnya pernikahan memberi jaminan yang kuat bagi perempuan, sekaligus mengangkat martabatnya dan memelihara haknya. Ia dapat menuntut, apabila hak-haknya dilanggar oleh suaminya.

Kelima, pernikahan mencegah kerusakan moral pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Islam sangat mengajarkan kebersihan, bahkan menjadikannya sebagian daripada iman. Hal ini dimaksudkan agar muncul satu masyarakat Islam yang bersih, baik dari segi pisik, mental, maupun moral. Adanya penyimpangan akhlak diibaratkan sebagai kotoran yang harus dibersihkan. Melalui pernikahan, seseorang akan selalu menjaga farj-nya dari kubangan-kubangan kemaksiatan. Ia pun akan lebih menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Rasulullah saw bersabda, “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memiliki kemampuan (menikah), hendaklah ia menikah. Karena menikah itu mampu menundukkan pandangan dan menjaga farji. Maka, siapa yang belum mampu (menikah,) hendaknya ia berpuasa. Hal ini karenakan, puasa itu memberikan kemampuan untuk menahan syahwat.”

(HR. Jama’ah)


IV. PERNIKAHAN DAN JENIS-JENISNYA

Sebelum membahas jenis-jenis pernikahan fasidah (yang rusak) dalam Islam, ada beberapa jenis pernikahan yang berkembang pada zaman jahiliah. Sebagaimana diriwayatkan Imam ad-Daruqutni dari Aisyah ra., ada empat macam pernikahan yang pernah berlaku pada masa jahiliah, yaitu sebagai berikut.

1. Pernikahan Pinang

Pernikahan ini dilakukan seorang pria dengan cara meminang wanita yang akan dinikahinya, kemudian ia menyerahkan sejumlah mahar yang disepakati dalam akad. Pernikahan ini berlaku sampai sekarang, dengan rukun dan syarat yang telah disepakati oleh Jumhur Ulama, yaitu adanya calon mempelai, wali, dua saksi, dan mahar (mas kawin).

2. Pernikahan Pinjam (Gadai)

Di dalam pernikahan ini, seorang suami memerintahkan istrinya—sesudah istrinya bersih dari haid—untuk melakukukan hubungan seksual dengan pria lain yang diinginkannya. Sementara hal itu berlangsung, si suami tidak menggauli istrinya sampai ia benar-benar hamil dari pria lain tersebut. Pernikahan ini dilakukan agar mendapatkan keturunan yang lebih baik, cerdas, dan unggul. Pernikahan atau perkawinan gadai ini hukumnya haram dalam Islam. Hal ini disebabkan tidak ada bedanya dengan perzinaan yang dilegalkan.

3. Sejumlah laki-laki (di bawah sepuluh orang) secara bersama-sama menggauli seorang wanita.

Ketika wanita tersebut—yang digauli sejumlah lelaki secara bersama-sama—hamil dan melahirkan, maka selang beberapa malam, ia akan mengirimkan anaknya kepada salah satu dari mereka. Seseorang yang telah dipilih itu tidak boleh menolak keputusan wanita tersebut. Hal ini dilakukan setelah mereka berkumpul kembali di rumah wanita tersebut, ia akan berkata kepada mereka, “Kalian semua telah mengetahui masalahnya, yaitu saya telah melahirkan anak ini. Hai Fulan, anak ini adalah anakmu.”

Pernikahan di atas juga diharamkan dalam Islam. Karena, tidak memenuhi syarat dan rukun dalam pernikahan yang Islami. Hal ini mirip dengan poliandri yang diharamkan dalam hukum Islam.

4. Wanita-wanita yang tidak menolak untuk digauli para lelaki

Mereka ini adalah wanita tuna susila. Mereka memasang bendera di depan rumahnya agar diketahui oleh para lelaki yang menginginkan mereka. Siapa pun bebas keluar masuk ke dalam rumah mereka. Ketika salah seorang dari mereka melahirkan, maka semua laki-laki yang pernah menggauli wanita tersebut dikumpulkan. Ia lalu memanggil seorang dukun ahli firasat. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kemiripan anak tersebut dengan bapaknya. Lalu, anak itu diberikan kepada lelaki yang serupa dengannya, dan lelaki tersebut tidak boleh menolaknya.

Jenis-jenis pernikahan fasidah (pernikahan yang rusak atau batal)

Pernikahan dalam Islam harus mengacu kepada rambu-rambu yang telah digariskan Al-Qur`an dan Hadits. Ia harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah dibakukan dalam syarat dan rukun nikah. Di samping itu, seorang lelaki juga harus menjauhi wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi, baik disebabkan karena nasab, sepersusuan, perbedaan agama, maupun sebab-sebab lain yang bersifat sementara, seperti adik ipar, atau wanita yang sedang iddah.

Oleh karena itu, apabila pernikahan yang dilakukan tidak mengikuti aturan-aturan yang berkaitan dengan syarat dan rukun, maka pernikahan tersebut dikategorikan dalam pernikahan fasidah yang harus dihindari setiap muslim.

Ada beberapa jenis pernikahan fasidah, sebagaimana berikut; Pernikahan Syighar, Pernikahan Mut’ah, Pernikahan Muhallil, Pernikahan Mu’taddah, Pernikahan Muslimah dengan Non Muslim, dan Pernikahan Muhrim

Pertama, Pernikahan Syighar

Pernikahan Syighar adalah pernikahan dimana seorang wali mengawinkan putrinya atau saudaranya dengan seorang laki-laki, namun dengan syarat putri atau saudara lelaki itu dinikahkan kepada wali tersebut tanpa mahar. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw. Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang pernikahan syighar. Pernikahan syighar adalah seorang laki-laki berkata kepada temannya, ‘Nikahkan aku dengan putri atau sudaramu, dan aku nikahkan putri atau saudaraku dengan kamu.’ Di antara keduanya tidak ada mahar.” (HR. Ibnu Majah)

Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada (pernikahan) syighar dalam Islam.”

(HR Muslim)

Dua hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw melarang pernikahan syighar. Larangan dalam Islam menunjukkan adanya ke-fasad-an (kerusakan) yang dilarang. Maka, pernikahan ini hukumnya batal, dan harus di-faskh-kan (dipisahkan), baik sebelum berhubungan badan maupun sesudahnya. Ini adalah pendapat Jumhur Ulama dari kalangan madzhab Malikiah, Syafi’iah, dan Hanabilah. Adapun Hanafiah berpendapat pernikahan ini tetap sah, selama diwajibkan memenuhi mahar misl (mas kawin yang seharga mas kawin saudara-saudaranya). Menurut Hanafiah, larangan yang ada dalam hadits tidaklah menunjukkan keharamaan atau pembatalan, akan tetapi sekadar menunjukkan kemakruhan saja.

Kedua, Pernikahan Mut’ah

Pernikahan mut’ah adalah pernikahan yang dibatasi dengan waktu tertentu, atau yang lazim disebut dengan “an-Nikah al-muaqqat” (Pernikahan sementara atau kawin kontrak).

Hukum kawin mut’ah ini menurut semua madzhab adalah tidak sah atau batal. Karena tidak sah, maka tidak boleh dilaksanakan oleh umat Islam. Hal ini berdasarkan beberapa dalil, sebagaiman disebutkan di bawah ini.

· Rasulullah saw bersabda, “Wahai, manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kalian nikah mut’ah. Maka ingatlah, sesungguhnya Allah telah mengaramkannya (sekarang) sampai hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah)

· Ali ra meriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. telah melarang nikah mut’ah, dan memakan daging keledai peliharaan pada Perang Khaibar.

(HR Ibnu Majah)

· Umar, tatkala menjadi Khalifah, berpidato di hadapan para sahabat yang isinya melarang nikah mut’ah. Adapun mereka semua menyetujui apa yang dikatakan Umar. Sekiranya hal yang disampaikan Umar itu tidak benar, maka tentu mereka tidak akan diam dan menyetujuinya.

· Pernikahan mut’ah identik dengan prostitusi yang dilegalkan, dan hanya bertujuan untuk melampiaskan nafsu birahi saja, tanpa ada beban tanggung jawab terhadap anak-anak. Bahkan, jika hal ini dibiarkan berkembang dalam masyarakat Islam, maka niscaya akan mengakibatkan wabah penyakit moral dan sosial. Hal ini dikarenakan tidak ada bedanya orang yang datang ke tempat prostitusi, dengan orang yang menyerahkan uang yang telah disepakati untuk kawin kontrak ini.

Ketiga, Pernikahan Muhallil

Pernikahan muhallil adalah suatu bentuk kolusi dalam pernikahan, yang dilakukan antara bekas suami seorang wanita—yang telah ditalak tiga kali—dengan pria lain, yang bertujuan agar pria tersebut akan mentalak istrinya setelah nikah. Hal ini dimaksudkan agar bekas suami wanita tersebut bisa kembali lagi.

Pernikahan seperti ini hukumnya adalah haram, dan termasuk dosa besar. Pelakunya akan dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya. Perhatikan beberapa hadits di bawah ini.

“Allah melaknat muhallil (orang yang menikahi bekas wanita yang ditalak bain kubra), dan muhallal lahu (bekas suami yang kolusi dengan muhallil [pria lain] ).”

(HR. Ahmad)

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (HR. at-Tirmidzi)

Rasulullah saw. ditanya tentang hukum muhallil, beliau menjawab, “Tidak boleh, kecuali dengan dasar cinta. Tidak boleh ada tipuan, dan tidak boleh memainkan hukum Allah, sehingga ia menikmati madunya (senggama).” (HR. Abu Ishak al-Jurjany)

Keempat, Pernikahan Mu’taddah (wanita yang sedang iddah)

Pernikahan mu’taddah adalah pernikahan dimana sang wanita masih dalam masa iddah (penantian), baik karena talak maupun karena ditinggal mati suaminya. Pernikahan mu’taddah ini hukumnya batal dan harus dipisahkan. Bahkan, laki-laki tersebut tidak boleh menikahi kembali wanita itu—setelah habis masa iddahnya. Hal ini diberikan sebagai sanksi kepadanya (lihat Minhaj al-Muslim hal 382). Hal ini juga didasarkan kepada firman Allah SWT , sebagaimana berikut ini.

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (al-Baqarah: 235)

Kelima, Pernikahan Muslimah dengan Non Muslim

Apabila seorang muslimah dinikahkan dengan non muslim, baik dari ahli kitab maupun non ahli kitab, maka pernikahan tersebut tidak sah dan harus dipisahkan. Sekiranya tidak dapat dipisahkan dan dibiarkan berumah tangga, maka jatuh hukumnya seperti berzina. Hal ini dikarenakan akad nikahnya tidak sah. Perhatikanlah firman Allah SWT berikut ini.

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. DanAllah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (al-Baqarah: 221)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka….” (al-Mumtahanah: 10)

Keenam, Pernikahan Muhrim

Pernikahan ini adalah pernikahan yang dilakukan oleh muhrim (orang yang ihram), baik ihram haji ataupun ihram umrah sebelum tahallul.

Pernikahan ini hukumnya tidak sah dan haram dilakukan. Namun, apabila telah selesai ihram, maka ia boleh melakukannya. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi berikut ini.

“Orang yang ihram, tidak boleh menikah dan menikahkan.” (HR. Muslim)


V. PERNIKAHAN MUSLIM DENGAN WANITA AHLI KITAB

Yang dimaksud dengan Ahli Kitab di sini adalah Yahudiah dan Nashraniah. Adapun para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menikahi wanita-wanita Ahli Kitab ini, yaitu sebagaimana berikut ini.

* Sebagian mereka membolehkan seorang muslim menikahi wanita kitabiah, tanpa ada syarat apapun. Hal ini sesuai dengan firman Allah di bawah ini.

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (al-Maaidah: 5)

· Sebagian mereka berpendapat, bahwa menikahi wanita kitabiah hukumnya makruh dan khilaful aula. Ini merupakan pendapat Hanafiah, Malikiah, dan Hanabilah. Hal ini disebabkan karena Umar bin Khattab pernah berkata kepada para sahabat yang menikahi wanita kitabiah, “Talaklah mereka.” Maka, mereka mentalaknya, kecuali Hudzaifah. Umar ra. lalu berkata kepadanya, “Ceraikanlah istrimu.” Hudzaifah balik bertanya, ”Apakah anda menyaksikan bahwa menikahi wanita kitabiah ini haram?” Umar menjawab, “Tidak, akan tetapi saya kuatir mereka dari wanita-wanita jalang.”

· Ibnu Umar berpendapat, bahwa menikahi wanita kitabiah adalah haram. Ia menganologikan dengan wanita musyrikah. Hal ini karena tidak ada bedanya orang yang menyembah banyak Tuhan, dengan orang yang menuhankan Isa, atau Isa sebagai salah satu oknum Tuhan.

· Syafi’iah membolehkan menikahi wanita kitabiah. Dengan syarat, mereka harus dari keturunan asli israiliah, dan nenek moyang mereka mengikuti agama Isa sebelum dinaskh.

Dari beberapa pendapat diatas, kita bisa konklusikan bahwa orang yang melarang dan memakruhkan pernikahan dengan wanita kitabiah, adalah untuk menghindari fitnah-fitnah yang akan terjadi, diantaranya sebagai berikut.

Ƙ Berkaitan dengan interaksi sosial mereka.

Ƙ Berkaitan dengan agama.

Ƙ Adanya kemungkinan istri menjadi mata-mata pihak lain.

Ƙ Adanya kekhawatiran anak-anak akan mengikuti budaya-budaya mereka.

Ƙ Adanya kekhawatiran tertariknya suami ke dalam agama istri.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Proposal Ta'aruf

PROPOSAL TA’ARUF (MENUJU PERNIKAHAN)

A. PENGANTAR

Sampai saat ini resah itu masih ada, keinginan untuk segera menyempurnakan setengah agama sudah begitu lama bersemayam dalam diri ini yang sampai saat inipun belum menemui hujungnya. Aku rindu, sungguh aku sangat merindukannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini aku selalu berharap untuk menyegerakan hal itu, rasanya jika itu terlaksana akan sangat membawa perubahan yang sangat signifikan bagi diriku.


Hari hari aku lalui sendiri tanpa ada yang menemani, menyatu dalam rentetan waktu dan selang-seling rambu kehidupan yang kian mewarnai hidupku serta pergantian "manusia halus" yang berada di dekat dan menghiasi pandangan dan cermin mataku. Aku melihatnya dan aku merasakannya, sungguh setiap kali "manusia halus" itu terlintas dimataku, ia terlintas pula dalam fikiranku dan tiap kali akan menjelma menjadi pengharapan yang menguatkan harapan-harapanku sebelumnya. Semakin bertambah besar kekuatannya sehingga harapan itu tidak jarang menghiasi barisan kata-kata dalam doa sujudku kepadaNya.


Aku tidak kuat menahannya, sering secara tidak sadar airmatakupun menetes deras, mengalahkan berjuta prinsip yang telah aku tanam, tidak melihat bahwa diriku adalah seorang ikhwan yang kuat, mengapa harus menangis? Hanya karena "manusia halus" itu, aku sekarang begitu lemah, sungguh dibuatnya tak berdaya dan lumpuh. Jika dalam pertarungan, mungkin aku akan meminta ampun kepadanya karena sungguh aku tidak mampu melawannya.


Banyak sekali peluang bagi musuh terbesarku untuk menjerumuskanku melalui perantaraannya, namun Alhamdulillah hal itu belum pernah menjadi bencana besar bagiku, dan aku harapkan tidak akan pernah menjadi bencana bagiku sampai kapanpun. Tetapi meskipun demikian, hal itu tetap mengganggu diriku, tingkat keimananku sering turun naik karenanya, walaupun aku mengetahui bahwa secara fitrah memang iman itu "yaziidu wa yanqus", namun hal ini tidak bisa aku biarkan begitu saja. Aku harus segera bertindak.


Waktu harus segera aku percepat agar segera memihakku dan menghantarkanku pada saat itu, saat dimana tiada lagi keimanan "yaziidu wa yanqus" hanya karena "manusia halus" yang tiap kali berkemelut dalam fikiran dan hatiku. Aku harus segera memilihnya, menjadikan salah satunya sebagai pendamping hidupku, sebagai penentram hatiku, sebagai pelita hatiku dimana akan menerangi setiap sisi gelap kehidupanku dan memperbaiki rambu-rambu yang rusak dalam jalanku menuju Illahi Rabbi.


Walaupun kadang hal itu menjadi fikiran berat dalam diriku, akan tetapi hal itu tetap harus aku lakukan, sesegera mungkin. "Apakah aku sudah siap?". Bukan, bukan seperti itu, akan tetapi "Aku harus siap!", dengan segala keterbatasan yang ada pada diriku, demi menyelamatkan kehidupanku.

B. DASAR PEMIKIRAN

Dari Al Qur’an dan Al Hadits :

"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).

"Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).

¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¨

(Qs. Yaa Siin (36) : 36).

Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16): 72).

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).

Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).

Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga)

(Qs. An Nuur (24) : 26).

..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa’ (4) : 3).

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).

Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku " (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).

Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).

Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).

Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).

Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.

(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).

"Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) :

  1. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah.
  2. Budak yang menebus dirinya dari tuannya
  3. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."

"Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).

Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku

akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).

Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain

(HR. Abdurrazak dan Baihaqi).

Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).

Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).

Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang

(HR. Abu Ya’la dan Thabrani).

Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).

Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).

C. TUJUAN PERNIKAHAN

  1. Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.
  2. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
  3. Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.
  4. Mendapatkan cinta dan kasih sayang.
  5. Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).
  6. Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).
  7. Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi / menguatkan ikatan kekeluargaan)

D. KESIAPAN PRIBADI

  1. Kondisi Qalb yang sudah mantap dan makin bertambah yakin setelah istikharah.
  2. Rasulullah SAW. bersabda : “Man Jadda Wa Jadda¨ (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu).
  3. Termasuk wajib nikah (sulit untuk shaum).
  4. Termasuk tathhir (mensucikan diri).
  5. Secara materi, Insya Allah siap. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya¨ (Qs. At Thalaq (65) : 7)

E. AKIBAT MENUNDA ATAU MEMPERSULIT PERNIKAHAN

  1. Kerusakan dan kehancuran moral akibat pacaran dan free sex.
  2. Tertunda lahirnya generasi penerus risalah.
  3. Tidak tenangnya Ruhani dan perasaan, karena Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah.
  4. Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya kewajiban menikah saat syarat yang Allah dan RasulNya tetapkan terpenuhi.
  5. Apalagi sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Rasulullah
  6. SAW. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad) dan "Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani dan Baihaqi)..

Astaghfirullahaladzim.. Na’udzubillahi min dzalik

Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :

  1. Status yang mulia bukan lagi yang taqwa, melainkan gelar yang disandang:Ir, DR, SE, SH, ST, dsb
  2. Pesta pernikahan yang wah / mahar yang tinggi, sebab merupakan kebanggaan tersendiri, bukan di selenggarakan penuh ketawadhu’an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Pernikahan hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari ridha Allah dan RasulNya. Bukan di campuri dengan harapan ridha dari manusia (sanjungan, tidak enak kata orang). Saya yakin sekali.. bila Allah ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.)
  3. Pernikahan dianggap penghalang untuk menyenangkan orang tua.
  4. Masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan Studi, padahal justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, dan semakin semangat menyelesaikan kuliah.

F. MEMPERBAIKI NIAT :

Innamal a’malu binniyat……. Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.

1. Niat Ketika Memilih Pendamping

Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya." (HR. Thabrani).

"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).

Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).

Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

2. Niat dalam Proses Pernikahan

Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya’.

"Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan." (Qs. An Nisaa (4) : 4).

Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)" (HR. Ahmad).

Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan). Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa’i)..Subhanallah..

3. Proses pernikahan mempengaruhi niat.

Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat. "Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah.

Yang dimaksud

Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah.

Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya

dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atautidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.

Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya :

adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, adab mendo’akan pengantin dengan do’a :

Barokallahu laka wa baroka ‘alaikum wa jama’a baynakuma fii khoir..

(Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),

G. MERAIH PERNIKAHAN RUHANI

Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.

Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)

H. PENUTUP

"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).

Mungkin ini mengejutkanmu, atau merisaukanmu, atau bahkan menyulut amarahmu. Tapi memang inilah yang dapat aku perbuat, untuk menelisik ihwalmu, agar aku lenyapkan beban fitnah di raga ini, yang dari hari ke hari kian menggumpal, untuk kemudian menjelma menjadi bola salju yang menggelinding tak terkendali.

Inti dari proposalku ini, meski ragu dan segan, adalah sebuah pertanyaan yang ingin saya ajukan, yaitu, apakah Adik dalam proses peminangan? Kalau jawabannya ‘Ya’, maka semoga memang itu yang terbaik bagi saya dan Adik. Tapi kalau jawabannya ‘Tidak’, maka pertanyaan yang kemudian menyeruak adalah, sudah siapkah Adik untuk mengayuh bahtera rumah tangga? Kalau jawabannya ‘Belum’, maka semoga itu pun sebuah penundaan yang terbaik dari Allah. Lalu, jika jawabannya ‘Sudah’, maka bisakah Adik mendampingi saya untuk bersama-sama berlayar dengan bahtera itu?

Memang, rangkaian pertanyaan di atas mungkin agak menohok dan tanpa tedeng aling. Tapi saya kira, terkadang ketegasan akan memupus sebuah fitnah yang mendera. Saya harap Adik memakluminya. Kini saya hanya menanti respon Adik, kendati demikian apapun jawaban Adik, semoga saya dapat menerimanya dengan lapang dada dan penuh keikhlasan. Bukankah yang kita sukai itu bisa jadi menjerumuskan kita ke hal yang lebih buruk? Atau sebaliknya, bukankah yang kita benci justru membawa kita kepada kebaikan? Begitulah firman-Nya untuk umat manusia yang daif ini.

Kalau proposal ini dianggap sebuah kelancangan, maka dari lubuk hati yang paling mendalam, mohon pintu maaf Adik dibukakan selebar mata memandang. Kalau ini dianggap sebuah aib, maka mohon agar Adik menutupi aib saudaranya. Dengan sangat terbuka, saya sangat menanti nasehat atau Taushiyyah dari Adik. Pamungkas, sekali lagi saya mohon dimaafkan, semoga Allah mengampuni kekeliruan saya.

"Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan..

Maraji / Referensi :

=======================================================================

Majalah Ishlah, Edisi Awal Tahun 1995.

Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, 1994, Cet. 27, Bandung, Sinar Baru Algesindo.

Fikih Sunnah 6, Sayyid Sabiq, 1980, cet. 15, Bandung, Pt. Al Ma’arif.

Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Muhammad Faudzil Adhim, 1998, Yogyakarta, Mitra

Pustaka.

Indahnya Pernikahan Dini, Muhammad Faudzil Adhim, 2002, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press.

Rintangan Pernikahan dan Pemecahannya, Abdullah Nashih Ulwan, 1997, Cet. 1, Jakarta, Studia Press.

Perkawinan Masalah Orang muda, Orang Tua dan Negara, Abdullah Nashih Ulwan, 1996, Cet. 5, Jakarta, Gema Insani Press.

Kebebasan Wanita, jilid 1, 5, 6, A.H.A. Syuqqah, 1998, Cet.1, Jakarta, Gema Insani Press

Sulitnya Berumah Tangga, Muhammad Utsman Al Khasyt, 1999, Cet. 18, Jakarta, Gema Insani Press.

Majalah Cerdas Pemuda Islam Al Izzah, Wahai Pemuda, Menikahlah, No. 17/Th. 2 31 Mei 2001, Jakarta, YPDS Al Mukhtar

Pengikut